Jumat, 12 Februari 2016

Mamfaat Melaksanakan Sholat,Puasa,Zakat dan Haji

 Mamfaat melaksanakan sholat
Pengertian sholat
Secara etimologi, kata sholat menurut para pakar bahasa adalah bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an: “Dan shalatlah (mendo’alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. At-Taubah: 103) Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekalibukan dalam makna kewajiban mendirikan  shalat yang lima waktu, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa. Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat, tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik”.
Adapun secara terminologi, shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik shalat.Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan shalat di dalam Al-Quran. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran dengan lafaz “Aqiimush-shalata” (Dirikanlah Shalat) dengan khithab kepada orang banyak, yaitu pada surat: Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110, An-Nisa ayat 177 dan 103, Al-An`am ayat 72, Yunus ayat 87, Al-Hajj: 78, An-Nuur ayat 56, Luqman ayat 31, Al-Mujadalah ayat 13, dan Al-Muzzammil ayat 20. Juga,ada 5 perintah shalat dengan lafaz “Aqimish-shalata” (Dirikanlah shalat) dengan khithab hanya kepada satu orang, yaitu pada Surat: Huud ayat 114, Al-Isra` ayat 78, Thaha ayat 14, Al-Ankabut ayat 45, dan Luqman ayat 17.Dalam Islam, shalat menempati posisi vital dan strategis. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas apakah seseorang itu mukmin atau kafir. Nabi SAW bersabda: “Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sungguh dia telah kafir”(H.R Muslim)
Sedemikian vitalnya shalat, maka ibadah shalat dalam Islam tidak bisa diganti atau diwakilkan. Dia wajib bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun: baik dalam kondisi aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada keadaan pelakunya; kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa duduk boleh berbaring, dan seterusnya.Maka dari itu, shalat merupakan faktor terpenting yang menyangga tegaknya agama Islam. Sehingga, sudah sepatutnya, umat Islam memahami maknanya dan mengetahui manfaat dimensi shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dimensi rohani, soasial, dan medis shalat.
Namun, sikap yang pertama kali harus ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah dulu. Kemudian setelah itu, baru mengetahui manfaatnya dalam sendi kehidupan kita.
Dimensi rohani shalat
Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku."(Qs. Thaha: 14). "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tenang." (Qs. Ar-Ra’du: 28)
Dua ayat di atas mengisyaratkan kepada kita, bahwa soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan.
Mendirikan shalat beda dengan sekadar melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah “aqim” yang berarti dirikan, tegakkan, luruskan.Maka, kualitas shalat seseorang diukur dari tingkat kekhusyu’annya, yaitu hadirnya hati dalam setiap aktifitas shalat. Dalam hal ini Imam al-Ghazali menyebutkan enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna shalat, yaitu: kehadiran hati, kefahahaman akan bacaan shalat, mengagungkan Allah, “haibah” (segan), berharap, dan merasa malu.
Shalat dapat di sebut sebagai dzikir, manakala orang yang shalatnya itu menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Dengan kata lain dia tidak dilalakani oleh hal-hal yang membuat shalatnya tidak efektif dan komunikatif. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah saja." (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yang lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, akan tetapi gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun dan bagaimanapun juga. Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku’nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti.Itulah sebabnya Allah SWT memberi ancaman yang cukup keras kepada kita, dengan kata yang amat pedas, "Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya." (Qs. al-Maa’uun: 4-5)
Jadi, janji-janji Allah SWT kepada orang yang shalat, seperti: ketenangan batin, ketentraman hati dan apalagi pahala tidak serta merta diberikan Allah begitu saja. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Bagi yang lalai dalam shalatnya bukan saja tidak bakal mendapatkan janji-janji tadi, malah ada ancaman keras dari Allah SWT.
Dimensi sosial shalat
Allah SWT berfirman: “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Qs. Al-Ankabuut:45)
Dengan jelas ayat di atas mengisyaratkan bahwa salah satu pencapaian yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Ini mengindikasikan bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasaar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Kemalasan dan keengganan melaksanakan salat disamping sebagai tanda-tanda kemunafikan, dan semakin lunturnya imannya seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik shalat merupakan faktor utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat melalaikan mendirikan salat.
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: "Sholat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama." (HR. Imam Baihaqi). Hal ini mengindikasikan bahwa kekokohan sendi-sendi soasial masyarakat muslim akan sangat tergantung kepada sejauh mana mereka menegakkan shalat yang sebenar-benarnya. Apabila hal ini tidak menjadi prioritas utamanya, maka kekeroposan sendi-sendi sosial kemasyarakatan akan menghinggapinya, yang berlanjut kepada kehancuran umat Islam itu sendiri. Karena suatu bangunan itu kuat, ketika tiangnya kokoh.
Shalat diakhiri dengan salam, hal ini mengindikasikan bahwa setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi) yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika seorang hamba dengan penuh kekhusyu’an dan kesungguhan menghayati kehadiran Tuhan pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Tuhan itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan pekertinyadalam kehidupan bermasyarakat.Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi saling hubungan yang serasi dan harmonis, Orang yang salatnya baik, tidak akan pernah mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang jelek.
Orang yang salatnya baik, akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga, akan menghormati tamunya dengan penuh perhatian, dan akan bertindak dan bertaaruf secara santun dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang salatnya bagus bukan sekedar membekas hitam di keningnya, lebih dari itu adalah bagaimana mengimplementasikan kasih sayangnya kepada lingkungannya (rohmatun lilalamin).
Orang yang salatnya baik justru dituntut lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang shalat, hanya mengelompok, menyendiri dan mengexklusifkan diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan menafikan dan terkesan merendahkan pihak lain. Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan yang lain. Intinya orang yang sholatnya baik adalah tercermin dalam amal salehnya di luar sholat.
Dimensi medis shalat
Rasulullah SAW bersabda: “Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di depan pintu salah seorang di antara kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa pada badannya? Mereka menjawab: “Daki mereka tidak akan tersisa sedikitpun”. Rasulullah bersabda: “Demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya” (H.R Bukhari Muslim)
Sebuah riset di Amerika yang diadakan Medical Center di salah satu universitas di sana ‘Pyok’ – seperti dilansir situs ‘Laha’- menegaskan,bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker. Riset itu juga menegaskan, adanya manfaat rohani, jasmani dan akhlak yang besar bagi orang yang rajin shalat.Riset itu mengungkapkan, tubuh orang-orang yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun Antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Itu adalah protein yang terkait dengan beragam jenis penyakit menua, di samping sebab lain yang mempengaruhi alat kekebalan tubuh seperti stres dan penyakit-penyakit akut.
Para peneliti ini meyakini bahwa secara umum ibadah dapat memperkuat tingkat kekebalan tubuh karena menyugesti seseorang untuk sabar, tahan terhadap berbagai cobaan dengan jiwa yang toleran dan ridha. Sekali pun cara kerja pengaruh hal ini masih belum begitu jelas bagi para ilmuan, akan tetapi cukup banyak bukti atas hal itu, yang sering disebut sebagai dominasi akal terhadap tubuh. Bisa jadi melalui hormon-hormon alami yang dikirim otak ke dalam tubuh di mana orang-orang yang rajin shalat memiliki alat kekebalan tubuh yang lebih aktif daripada mereka yang tidak melakukannya.
Di samping itu, ada beberapa hasil riset medis yang memfokuskan pada gerakan-gerakan shalat, misalnya: gerakan takbiratul ihram berhasiat melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Gerakan rukuk  bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. I’tidal yang merupakan variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Pada waktu sujud aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak dan posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak, maka aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Duduk yang terdiri dari dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir) yang perbedaannya terletak pada posisi telapak kaki juga memiliki manfaat medis, saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius, posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan, sedangklan duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens, jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Gerakan salam, berupa memutarkan kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal, bermanfaat sebagai relaksasi otot sekitar leher dan kepala untuk menyempurnakan aliran darah di kepala yang bisa mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.
Dari sini bisa di ambil konklusi, bahwa tidak terlalu sulit dipahami jika orang yang intens komunikasinya dengan Allah, melalui shalat yang khusyu’ sebagai sarananya, akan berhasil mencapai kemenangan dan keberhasilan di berbagai sendi kehidupan Sebab, pada saat shalat seorang hamba sedang ada dalam komunikasi langsung dengan sumber energi dan kekuatan, yaitu Allah SWT. Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan sumber kekuatan itu, maka dengan izin-Nya energi dan kekuatan itu akan mengalir ke dalam diri kita. Sehingga dari sana kemenangan dunia dan akhirat yang kita cita-citakan insyaallah bisa dicapai.
Keutamaan/Kegunaan/Manfaat Puasa Ramadhan & Fungsi/Tujuan Puasa Di Bulan Ramadan Yang Suci

Puasa wajib ramadhan adalah puasa dengan hukum wajib 'ain yang harus dilakukan oleh setiap orang islam beriman di bulan ramadan yang telah dewasa (akil balig), waras, mampu, merdeka dan tidak dalam safar sesuai dengan perintah langsung dari Allah SWT dalam firmanNya di dalam Kita Suci Al-Qur'an.
Puasa merupakan ibadah wajib yang ada dalam rukun islam dengan menahan lapar dan haus serta hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar di timur hingga terbenam matahari di barat. Orang yang melanggar aturan puasa akan batal puasanya dan wajib mengganti puasanya dengan hari lain di luar romadon.
Firman Allah Mengenai Puasa Ramadhan :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa"
(Q.S. Al-Baqarah: 183)
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."(Q.S. Al-Baqarah: 184).
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.”(Q.S. Al-Baqarah: 185)
Fungsi / tujuan puasa selama satu bulan penuh di bulan suci ramadhan adalah sangat baik, yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Tuhan yang menciptakan kita Allah SWT. Di samping itu juga terdapat banyak sekali guna dan manfaat dari melaksanakan puasa ramadhan yaitu baik untuk jasmani maupun rohani.
Berikut ini adalah beberapa Manfaat dan Hikmah Puasa Ramadhan :
Membuat kita lebih taqwa kepada Allah SWT.
Mendapatkan pahala yang melimpah ruah.
Memberikan efek yang menyehatkan tubuh kita dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Melatih kita untuk menahan nafsu bejat selama hidup di dunia fana.
Mendorong kita untuk selalu berbuat kebajikan.
Bisa memasukkan kita ke dalam surga jika kita telah mati.
Melatih sabar, pengendalian diri, disiplin, jujur, emosi, dll.
Mempersempit jalan aliran darah di mana setan berlalu-lalang.
Mempererat tali silaturahmi dengan sahur dan buka puasa bersama.
Menghilangkan dosa di antara manusia dengan saling maaf-memaafkan di hari lebaran idul fitri kembali ke fitrah manusia.
Berikut ini adalah beberapa Keutamaan Puasa Ramadhan :
Orang yang berpuasa ramadhan bisa masuk ke dalam surga ar-raiyan.
Puasa bisa menjadi penebus dosa.
Orang yang berpuasa akan mendapatkan kegembiraan.
Puasa adalah penangkal.
Mendapatkan ganjaran dari Allah tanpa hitungan.
Bau mulut orang yang melakukan puasa bagi Allah SWT wanginya lebih wangi dari bau kesturi.
Puasa dan Al-quran memberikan syafaat.
Puasa hanya wajib bagi orang islam yang beriman kepada Allah SWT. Jika anda tidak beriman, maka anda tidak wajib puasa. Selamat menunaikan ibadah Puasa bagi yang menjalankannya. Semoga pol puasanya dan jangan lupa niat puasa sebelum menjalankan ibadah puasanya
Manfaat Zakat Sebagai Tatanan Kehidupan Sosial

Dalam berbagai kesempatan seringkali dibicarakan tentang beberapa kisah yang terjadi pada masa Rasulullah. Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut namun kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi sebagian dari kita sudah paham betul esensi dari kisah yang akan disampaikan di bawah ini, namun tak ada salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur’an yang berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Di suatu tempat terlihat Rasulullah saw berkumpul bersama para sahabatnya yang kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama sahabat yang hampir semuanya bekas budak, yaitu Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke majelis Nabi. Ketika melihat orang-orang di sekitar Nabi, mereka mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata kepada Nabi, “Kami mengusulkan kepada Anda agar Anda menyediakan majelis khusus bagi kami. Orang-orang Arab akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kabilah arab akan datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk dengan budak-budak ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari kami. Apabila urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka Anda.”
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, “Bau Salman al-Farisi mengangguku (Ia menyindir bau jubah bulu yang dipakai sahabat nabi yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga kami tidak berkumpulbersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak berkumpul bersama kami.”
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An’am [6] ayat 52: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim.”
Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih dekat lagi sehingga lutut-lutut mereka merapat dengan lutut Rasulullah saw. “Salam ‘Alaikum,” kata Nabi dengan keras, seakan-akan memberikan jawaban kepada usul para pembesar Quraisy.Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau tidak meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau masuk ke majelis, beliau memilih duduk dalam kelompok mereka. Seringkali beliau berkata, “Alhamdulillah, terpuji Allah yang menjadikan di antara umatku kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama mereka. Bersama kalianlah hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan cahaya paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum orang-orang kaya setengah hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara orang-orang kaya tengah diperiksa amalnya.”
Sekarang bukalah cermin di hati kita. Tariklah nafas sejenak untuk berkaca ke dalam cermin itu. Apakah kita seperti pembesar Quraisy yang terganggu dengan bau tubuh orang miskin. Apabila tamu datang, kota kita bersihkan dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota baru gemerlap bila mereka disingkirkan. Pemandangan baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur. Ah…betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy daripada perilaku Nabi Yang Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa’ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja keras. Nabi bertanya, “mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?” Sa’ad menjawab, “tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku.” Nabi yang mulia berkata, “ini tangan yang dicintai Allah,” seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Bukalah cermin hati kita lagi. Turunlah kita ke bawah. Tengoklah jutaan tangan yang hitam dan melepuh menunggu uluran kasih sayang kita. Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau mencium tangan orang miskin? Bukankah dengan status yang kita miliki, gelar akademik yang kita raih, kesejahteraan yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila orang miskin mencium tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata kultur tak mengizinkan kita berbuat hal itu, manakala ego terasa meningkat, bukankah paling tidak kita ganti rasa hormat yang seharusnya kita berikan dengan kasih sayang pada mereka. Bila Nabi mau mencium tangan mereka, maukah kita untuk paling tidak menyisihkan sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai rasa sayang kita pada mereka.
Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam hidup Nabi. Bukankah sebagai ummatnya kita telah berikrar untuk menjadikan segala perilaku beliau sebagai contoh teladan (uswatun hasanah). Untuk menguatkan bahwa Islam sangat menonjolkan kepedulian sosial, mari kita buka Al-Qur’an. Bukankah Al-Qur’an adalah rujukan kita yang pertama dalam hidup ini.
Surat al-Balad [90] ayat 10 -18 “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (denganhartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalanyang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberiMAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atauorang MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan salingberpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orangyang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan harta kita. Al-Qur’an menyarankan kita untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki, yaitu memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau orang miskin. Allah tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah, melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau merasa berat atau merasa sukar untuk melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa sukar pada diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk beramal pada orang miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat dalam yang mampu menjawabnya dengan jujur.
Surat al-Ma’arij [70] ayat 19-25 “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpakesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan orang-orang yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yangmeminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”
Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat bawaan manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat manusia dengan sangat baik. Bagi saya pribadi, ayat di atas telah menelanjangi sifat kita. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita sering berkeluh kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk kikir. Lalu bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita tersebut tidak menjelma atau dapat kita padamkan.Allah menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama, mengerjakan sembahyang secara kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian tertentu untuk fakir miskin. Dua resep ini insya Allah akan mampu memadamkan sifat keluh kesah dan sifat kikir yang kita miliki.
Sekali lagi, bukalah cermin hati kita. Tahanlah nafas kita untuk sejenak. Tidakkah kita rasakan bagaimana Allah menyinggung perilaku buruk kita dalam ayat-ayat-Nya yang suci. Subhanallah….
Surat al-Qalam [68] ayat 17-33 “Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami telahmenguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa merekasungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka tidak mengucapkan :insya Allah,
Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur,maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggilmemanggil di pagi hari
“Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.”
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. “Pada hari ini janganlah ada seorangMISKINpun masuk ke dalam kebunmu.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niatmenghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (meonolongnya), Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: “Sesungguhnya kita benar-benaroarng-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)”
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: “Bukankah aku telahmengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?”
Mereka mengucapkan: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orangyang zalim.”
Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela mencela Merekaberkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan(kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dariTuhan kita”
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui”
Sekelompok ayat di atas menceritakan sebuah kisah nyata yang terjadi sebelum masa Rasulullah. Kisah pemilik kebun di atas melukiskan dengan sangat baik betapa harta manusia itu tak ada artinya dibandingkekuasaan Allah. Kebun yang sudah sekian lama diurus dan tinggal sekejap mata saja untuk dipetik hasilnya menjadi musnah terbakar. Apa kesalahan pemilik kebun tersebut sehingga mendapat azab sedemikian rupa?
mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ini dilukiskan dalamayat di atas ketika mereka tidak menyebut insya Allah; mereka merasa pasti akan meraih hasil yang luar biasa. Mereka lupa bahwa sedetik kedepan kita tak tahu apa yang terjadi dengan hidup kita. Kita tak tahu “skenario” Allah terhadap diri kita.
mereka bersifat kikir. Mereka sudah bersiap-siap agar orang miskin tak bisa masuk ke kebun mereka saat panen tiba. Allah murka pada mereka. Allah turunkan azab-Nya pada mereka. Di akhir ayat Allah mengingatkan bahwa azab yang Allah timpakan pada pemilik kebun hanyalah azab dunia; sedangkan azab akherat jauh lebih besar lagi!
Cermin hati kita mengatakan bahwa agar tidak tertimpa azab Allah di dunia, manakala kita memiliki kelebihan rezeki maka janganlah sungkan untuk memberi sebagian pada orang miskin. Cermin hati telah berkata, mampukah kita melaksanakan kata-hati kita?
Kalau Allah mampu memusnahkan dengan amat mudah kebun yang siap dipanen, jangan-jangan Allah pun akan memusnahkan sumber penghasilan kita, bila kita berlaku kikir! Na’udzu billah…
Demikianlah sekedar pengantar untuk pengajian kita; sekedar saling ingat mengingatkan bahwa di cermin hati kita telah tergambar sejumlah orang yang membutuhkan kepedulian kita. Persoalannya, maukah kita melihat ke dalam cermin tersebut?

Zakat Sebagai Landasan Sistem Perekonomian Islam

Zakat adalah landasan sistem perekonomian Islam dan menjadi tulang punggungnya. Karena sistem perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan.
Disamping itu, dalam harta yang kita miliki, masih ada hak-hak lain diluar zakat. Dalam sebuah hadits dikatakan : “Sesungguhnya di dalam harta itu ada hak selain zakat”. Tetapi zakat merupakan hak terpenting di dalam harta. Karena itu ia menjadi penyerahan total kepada Allah dalam persoalan harta. Sabda Nabi Muhammad SAW: “Zakat adalah bukti (penyerahan)”.
Dalam masalah modal, Islam memiliki prinsip-prinsip tertentu, antara lain: Penumpukan dan pembekuan harta adalah tindakan tidak benar dalam masalah harta. Harta harus dikembangkan dan zakat merupakan pengejawantahan dalam masalah ini. Sebab, modal yang tidak dikembangkan, pemilik tetap berkewajiban membayar zakat. Berarti dia harus mengurangi bagian modal itu setiap tahunnya. Akhirnya akan mengakibatkan semakin menipisnya modal.Misalnya, seorang memiliki uang lima juta rupiah yang tidak dikembangkan. Dia akan membayar zakat uang tersebut setiap tahunnya sebanyak 2.5 %. Dalam beberapa tahun harta yang lima juta rupiah tersebut, kecuali nishab, pasti akan habis seluruhnya. Karena itu, pemilik modal terpaksa harus mengembangkan hartanya bila ingin menjaga modal agar tidak habis. Sehingga zakatnya dibayar dari keuntungan, bukan dari itu sendiri.
Dengan demikian, sistem zakat menjadikan modal selalu dalam perputaran. Dengan ini pula kita dapat memahami firman Allah: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (Qs. At Taubah:34)”
Selama infaq di jalan Allah ditunaikan, atau sekurang-kurangnya dengan membayar zakat, maka penimbunan harta benda itu tidak akan pernah terjadi. Rasulullah SAW bersabda: “Selama kamu tunaikan zakatnya, maka ia bukan timbunan”.
Jadi, tidak mungkin terjadi bersama-sama antara penimbunan dengan zakat. Modal, sebagai modal yang tidak dikembangkan, tidak memiliki keuntungan. Tetapi, di dalamnya ada hak orang lain, yaitu penerimaan zakat. Modal, berhak mendapatkaan keuntungan setelah dikembangkan sebagai imbalan atas kesediaannya menanggung kerugian. Misalnya, dalam satu syarikat mudharabah (usaha bagi hasil) pemilik modal berhak mendapat keuntungan sebagai imbalan kesediaan modal tersebut menanggung kerugian, bila terjadi kerugian. Ini menunjukan perbedaan pokok dalam memandang persoalan harta sebagai modal antara Kapitalisme dan Komunisme di satu pihak dengan sistem Islam di pihak lain.
Islam telah meletakan masalah ini secara proporsional dan adil melalui semua institusi yang ada terutama melalui instansi zakat (lembaga pengelola zakat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ABSTRAK

percakapan Bahasa inggris beserta artinya

 Bunga : (to her husband Ashraf). Why don't we come to the market more often? Ashraf : I don't find it a very enjoyable place. Bu...